Acknowledgments for the shoot

Acknowledgments for the post-production

Beruang madu (Helarctos malayanus) adalah spesies beruang terkecil di dunia dan salah satu yang paling sedikit dipelajari. Mereka mendiami hutan tropis Asia Tenggara, mulai dari ujung timur India, Bangladesh, melalui Burma, Laos, Thailand, Kamboja, Vietnam, Malaysia dan pulau-pulau Sumatra dan Kalimantan.

Sepanjang jangkauan mereka, beruang madu sedang terancam oleh perusakan habitat, kebakaran hutan berskala besar, perburuan untuk empedu dan bagian tubuh lain dan perdagangan hewan peliharaan ilegal. Ancaman utama untuk populasi beruang madu liar di Indonesia adalah hilangnya habitat. Hal ini pada gilirannya menimbulkan konflik antara manusia dan beruang sehingga beruang didorong keluar dari habitat alami mereka dan kadang-kadang masuk ke kebun dan memakan tanaman.

Beruang madu telah dilindungi di Indonesia sejak 1973. Ini adalah ilegal untuk diperdagangkan atau memiliki beruang madu dan bagian-bagian tubuhnya. Meskipun perlindungan hukumnya yang cukup bagus di atas kertas, pada hakikatnya penegakan hukum di Indonesia masih lemah dalam pelaksanaannya. Hal ini juga berlaku bagi banyak spesies langka dan terancam punah lainnya seperti orangutan, bekantan, dan macan tutul. Hutan-hutan Dipterocarpaceae dataran rendah Kalimantan sangat kaya akan keanekaragaman hayati. Sayangnya, hutan ini cepat dihancurkan oleh penebangan pohon yang berlebihan, konversi menjadi perkebunan kelapa sawit, dan kebakaran hutan. Tanah longsor, erosi, kekeringan lokal dan banjir, yang meningkat frekuensinya karena eksploitasi yang berlebihan dan perusakan.

Pada tahun 1997, Gabriella Fredriksson memulai penelitian jangka panjangnya pada beruang madu di Hutan Lindung Sungai Wain. Hutan, terletak dengan batas-batas Balikpapan, merupakan rumah bagi sekitar 50-100 beruang madu liar. Penelitian Gabriella dan upaya konservasinya yang menghasilkan publisitas dan perhatian yang terfokus pada beruang madu. Pada tahun 2002, Balikpapan, salah satu kota terbesar di Kalimantan-Indonesia, mengangkat beruang madu sebagai maskot resminya.

Sebagai spesies rentan punah, beruang madu di Kalimantan butuh organisasi yang mampu merawat individu terlantar dan membela kebutuhan mereka. Sayangnya, di Kalimantan, organisasi seperti ini terbatas jumlah dan sumber dayanya. Jadi, di tahun 1997, ketika pemerintah Indonesia meminta kami merawat seekor beruang, kami tidak bisa menolak. Rencana awalnya adalah mencarikan rumah bagi beruang, karena meski berpengalaman merawat orangutan, kami pemula dalam merawat beruang madu. Namun ternyata tidak ada organisasi yang benar-benar bisa diandalkan menangani beruang-beruang ini, dan jumlah beruang yang kami terima terus meningkat. Saat ini, kami mengeluarkan seluruh kemampuan untuk memberikan hidup yang berkualitas bagi para beruang yang kami rawat, tetapi kami tidak secara aktif menyelamatkan beruang madu atau memperbesar program suaka ini.

Apakah Beruang Madu Suka Makan Madu? (Foto: MPI)

JAKARTA - Apakah beruang madu suka makan madu? Mungkin masih banyak yang belum mengetahui soal beruang madu.

Ternyata, terdapat berbagai jenis beruang di dunia ini seperti beruang cokelat karena kulitnya yang cokelat, kemudian beruang kutub karena tempat tinggalnya di kutub utara dan selatan, serta ada juga beruang madu.

Apakah karena memiliki nama beruang madu maka beruang tersebut juga suka makan madu?

Ketahui fakta yang membahas mengenai apakah benar bahwa beruang madu gemar memakan madu yang memiliki rasa manis. Seperti halnya karakter animasi Winnie The Pooh yang merupakan beruang kuning yang berbadan gempal dan gemar membawa wadah berisi madu. Kerap kali karakter Pooh ditampilkan memasukan seluruh tangannya ke dalam wadah madunya dan kemudian memakannya dengan lahap.

Apakah benar beruang di alam liar juga sama-sama menyukai madu seperti di animasi Winnie The Pooh?

Kebiasaan Makan Beruang Madu yang Beragam

Pada dasarnya beruang madu merupakan hewan omnivora yang gemar memakan buah-buahan, rumput, dan serangga-serangga kecil. Beruang madu memiliki beragam pilihan makanan yang dapat disesuaikan dengan tempat mereka tinggal. Namun beberapa penelitian mengakui bahwa sebagian besar jenis beruang sangat suka dengan madu dan mereka akan langsung memakannya dari sarang lebah.

Sangking sukanya dengan madu beruang madu juga mengkonsumsi lebah dan larva yang ada di dalam sarang lebah, hal ini menjadi alasan mengapa beruang madu juga memiliki lidah yang panjang mencapai 20-25 cm.

Kegemaran beruang madu pada madu dikarenakan madu memiliki sumber protein tinggi yang baik bagi beruang. Biasanya beruang akan makan banyak madu dan sumber protein lain seperti serangga saat menjelang waktu hibernasi, yaitu saat mendekati musim dingin. Karena saat hibernasi beruang tidak akan makan sama sekali. Dan saat menjelang musim semi, beruang akan bangun dan mencari makanan untuk memulihkan tenaga.

Beruang Tidak Takut Lebah

Kemudian apakah beruang madu akan memakan madu seperti di animasi Winnie The Pooh dengan wadah madunya. Hal tersebut tidak mungkin terjadi pada kehidupan beruang di alam liar.

Jika biasanya binatang lain maupun manusia akan takut jika menemukan sarang lebah, karena sengatan lebah yang menyakitkan, justru bagi beruang sarang lebah menjadi salah satu santapan favoritnya.

Bukan berarti lebah tidak akan menyerang beruang yang memakan madu, beruang malah akan memakan seluruh sarang lebah dan larvanya. Tentu saja lebah akan menyengat beruang yang sedang memakan madu, bahkan hingga ke bagian wajah dan telinga.

Karena memiliki bulu yang sangat tebal sehingga sangat sulit bagi lebah untuk menembus bulu beruang madu, sehingga sengatan lebah juga tidak akan mempan terhadap beruang madu. Namun, jika beruang sudah selesai memakan madu, beruang akan berlari ke air untuk mengibaskan bulunya dan menghilangkan lebah-lebah yang tersisa dan menempel di tubuhnya.

Sangking sukanya dengan madu bahkan tidak jarang beruang akan pergi ke peternakan madu dan membobol langsung ke dalamnya. Seperti salah satu kejadian yang menimpa Raleigh Honey Business yang mengalami kerugian hingga USD10.000 akibat seekor beruang membobol masuk ke pertanian madu miliknya.

Demikian fakta dari beruang madu yang ternyata juga suka makan madu, tidak heran beruang madu memiliki postur tubuh yang cukup besar dibandingkan hewan-hewan lainnya, hal ini dikarenakan beruang madu sangat gemar mengkonsumsi makanan berprotein tinggi seperti madu.

The Indonesian honey bear (Helarctos malayanus euryspilus) is a subspecies of the sun bear (Helarctos malayanus) that is native to the islands of Sumatra, Borneo, and Riau in Indonesia. It is one of the smallest bear species in the world, with males weighing up to 60 kg (132 lbs) and females weighing up to 50 kg (110 lbs). Honey bears have a distinctive black coat with a cream-colored chest and throat, and a long snout with a prehensile tongue.

Honey bears are solitary animals that live in tropical rainforests and mangrove swamps. They are primarily arboreal, meaning that they spend most of their time in trees. Honey bears are excellent climbers and swimmers, and they use their sharp claws and teeth to catch prey and defend themselves from predators.

Honey bears are omnivores, and their diet consists of a variety of fruits, insects, honey, small mammals, and birds. They are particularly fond of honey, which they obtain by raiding beehives. Honey bears are also known to eat termites, which they extract from their nests using their long tongues.

Honey bears are an important part of the Indonesian ecosystem. They help to disperse seeds and pollinate plants. Honey bears are also a popular tourist attraction, and they can be seen in several national parks and zoos in Indonesia.

Beruang Madu means Honey Bear in Indonesian, the name given to the Sun Bear which can be found across SE Asia. This short educational film was commissioned by KWPLH  (Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup) based outside of Balikpapan in East Kalimantan. It is now part of its educational exhibition where visitors and school children come to learn about the sun bears. The film was made for the Indonesian audience, it is deliberately didactic and informative.

11 min  - 2011 -  Indonesian version with English sub-titles